Sunday, July 7, 2013

Railway Transport. Yes, We Need To Move On!!!

Kartu E-Ticketing
Juli 2013 tinggal hitungan jari, artinya penggunaan e-ticketing Commuter Line kian dekat dengan penumpang kereta api lingkar Jabodetabek. Penetapan tarif baru yang 'dipangkas' hampir lebih dari setengahnya harga tiket yang sekarang, sungguh bikin pribadi terbengong-bengong, "Apa iya PT KAI Commuter Jabodetabek (PT KCJ) nantinya enggak akan bangkrut dengan tiket semurah ini?" aneh ya pertanyaannya.

Sedianya tarif baru yang disebut tarif progresif ini diefektifkan penggunaannya pada Juni 2013. Namun kebijakan PT KCJ ini malah harus mundur sebulan dengan alasan pihak tersebut ingin pengguna Commuter Line familiar dulu dengan sistem kartu elektronik, yang penggunaannya melewati gate khusus dan di'tapping' ke mesin.


Proses pengenalan yang sudah dimulai sejak Juni 2013 (yang meski hanya berlaku pada pukup 09.00 s.d. 16.00 WIB ) hingga saat ini masih banyak penumpang Commuter Line yang melakukan pembiaran terhadap aturan yang dikeluarkan PT KCJ, seperti keluar - masuk peron tanpa melalui gate elektronik. Kondisi ini cukup dapat dipahami, karena waktu yang dimiliki penumpang CL tidak sepanjang antrian masuk ataupun keluar peron!

Seperti pemandangan yang sering kali terpantau dari stasiun Palmerah (Jakarta Barat) di pagi hari, kala ribuan warga daerah penunjang DKI Jakarta tumpah ruah bekerja di ibukota. Hanya tersedianya 6 gate (yang kadang kali berfungsi empat gate untuk keluar dan dua untuk masuk) menjadi salah satu faktor mengapa akhirnya penumpang memilih akses keluar lainnya dari stasiun, yang tentunya jalur tidak resmi. 

Tapping, Electronic Gate
Minimnya fasilitas utama selain jadwal akurat perjalanan CL, tampaknya menjadi hal yang sia-sia jika menginginkan e-ticketing diterapkan serupa MRT di Singapura. Selentingan kabar yang didapat dari penjaga keamanan peron, setiap harinya di stasiun tersebut, sebanyak 3000 kartu e-ticketing hilang. Kemana? Berjalan bersama mereka yang keluar melalui ujung-ujung peron, bukan jalan keluar resmi. Atau memang lewat jalur keluar peron, tapi bukan jalur yang ada electronic gate-nya.

Lucunya, ada beberapa kasus menarik yang ditemukan di lapangan. Seperti kartu kadarluarsa karena digunakan kembali hari ini, padahal kemarin penumpang berkartu itu tidak keluar dari gate dengan tapping. Walhasil kartunya ditolak oleh gate

Atau ada kasus lainnya yakni ketika kartu menolak dimasukkan ke mesin gate. Maka penjaga keamanan di lokasi langsung dengan sigap mengecek menggunakan card reader berbentuk mirip electric teaser di game Syphon Filter. Akhirnya diketahui ternyata ditolak karena kartu tersebut belum dijual / belum dimasukan data berangkat dari stasiun mana dan turun di stasiun mana. Aneh. 

Sebagai pengguna sekaligus pemerhati, mungkin beberapa masukan bisa jadi bahan pertimbangan PT KCJ untuk memperbaiki moda transportasi massal yang saat ini paling bisa diharapkan dalam efisiensi waktu dan tenaga. Ini berdasarkan perbandingan ketersediaan fasilitas-fasilitas Commuter Line dengan MRT di Singapura,

  1. Tambah gate dan juga buat jalur akses berbeda untuk keluar-masuk peron. Untuk Stasiun Palmerah, mungkin belum perlu untuk meningkat bangunan seperti di Stasiun Sudirman, tapi setidaknya manfaatkan sebagian lahan parkir dan tanah berumput liar di samping peron untuk membuat dua akses berbeda, masuk dan keluar.
  2. Menempatkan petugas keamanan untuk mengawasi pada titik-titik yang sering dijadikan 'pintu melarikan diri' penumpang kereta api yang diburu waktu.
  3. Perbaikan loket pembelian e-ticketing menjadi lebih banyak lubang yang memudahkan komunikasi penjaga loket tiket dengan calon penumpang untuk mengatakan stasiun tujuan (yang ini jelas berpengaruh pada tarif jika tarif progresif diberlakukan).
Soal kritik perbaikan sampai sini dulu aja. 

Tapi ada informasi yang lebih menarik mengenai sistem penarifan "Tarif Progressif". Mulai hari ini, khususnya di Stasiun Rawa Buntu, sudah terpampang urutan harga perjalanan CL yang berdasarkan jauh dekatnya stasiun tujuan. Ada yang berbeda, kali ini tarif semakin dimurahkan dengan menjadi Rp2000 untuk lima stasiun pertama dan menambah Rp500 untuk tiga stasiun berikutnya. 

Spanduk yang ditempel di bagian dalam Stasiun Rawa Buntu.
Harusnya di luar dong... :)

Amazing, makin murah!

 Ada yang agak membingungkan. Setelah spanduk ini keluar, kenapa spanduk yang sebelumnya tidak kunjung dicopot? Padahal jelas ada perbedaan harga untuk lima stasiun pertama dari kedua pemberitahuan itu.

Sementara itu, baru-baru ini ada pemberitahuan lainnya, yakni akan tersedianya kartu multi trip yang tidak harus dikembalikan ke mesin gate, seperti yang saat ini digunakan, single trip card.


Ini akan meminimalisir kasus-kasus di atas

"Penarifan" ya, bukan "Pentarifan". Kan SPTK luluh jika berimbuhan.

0 comments:

Post a Comment