Sunday, July 7, 2013

Sate Sabang - Sambas

Siapa sih yang nggak suka makan sate? Kayaknya nggak ada deh...eh ada ding, mereka yang ternyata vegetarian. Tapi vegetarian pun pasti pernah pegang sesuatu yang ditusuk-tusuk, meski itu paprika, bawang, dan lain-lain yang ada di BBQ.

Ok kalimat awal postingnya diubah. Siapa yang tahu di mana makan sate pinggir jalan yang enak? Gue sih mengklaim, salah satunya gue muahaha. Oke cukup belagunya.

Pengalaman makan sate bukan hal yang wah lagi kan? Iya lah kapan juga bisa dimakan, ditemuin penjualnya di pinggir jalan ataupun di resto kece sekalipun. Gue termasuk yang suka makan sate pinggir jalan. Meski bukan pemakan sate tiap hari, hasrat makan sate gue emang suka muncul di saat yang tidak terduga. Kayak abis liputan polisi, gue pengen makan sate. Emang nggak nyambung, emang!

Dari 6 bulan gue kerja di Jakarta, ada 2 tempat makan sate yang secara tidak sengaja gue datengin, cicipin, dan jatuh-cinta-in. Tempat itu adalah kawasan Sabang (jalan KH. Agus Salim) dan jalan Sambas.

Di Sabang, gue udah hampir 3 kali makan. Favorit gue satenya pak..entah pak siapa. Yang jelas bukan pak Heri yang famous itu. Letaknya langganan sate gue ini kira-kira ada di sebrangnya persis rumah makan padang Garuda di Sabang. Gerobaknya biasa nangkring di depannya toko listrik, nah kiri kanannya ada tukang sate juga. Pokoknya langganan gue yang jualan orangnya mas-mas gembrot, nomor 2 dari kiri pojok pengkolan sabang dari arah Sarinah belakang - sekolah Theresia.

Yang gue suka dari sate Sabang ini adalah karena boleh mencampur jenis satenya. Misal, seporsi sate 10 tusuk yang dihargai Rp18.000 itu bisa di-mixed dengan lima tusuk daging dan lima tusuk kulit. Dan ini adalah campuran sate yang gue suka, mehehehe. 

Potongan dagingnya gede! Itu juga yang bikin gue suka sama sate ini, walau rasanya tidak terlalu juicy.
Nah lain soal kalau bahas bumbu satenya. Bumbunya gue sukaaaa... nggak tahu kenapa, tapi abangnya kok pinter sih meracik campuran kacang dan kecap yang nge-blend sama satenya. Terutama kacangnya, potongannya itu kasar, kalau orang jawa bilang masih ada prontol-prontolnya. Dan rasa manisnya itu berasa. Nggak ada pedas-pedasnya, mantep. Kalau yang suka jenis sate dengan bumbu begini silakan cobain ke Sabang. 

Di jalan itu sih banyak gerobak sate yang lain...cobain gih abis itu kasih tahu gue lebih enak mana. hehe. 

Sate Sambas. Hampir sama dengan Sabang, lokasinya dipenuhi tukang sate. Gue pribadi baru sekali ke sini tapi malah pengen balik lagi. Tempatnya memang agak masuk, malah hampir nggak keliatan dari jalan raya kalau mata lo nggak awas. Di balik taman kecil, ada beberapa tukang sate yang siap layanin lo.

Karena baru sekali ke sini, jadi gue nggak hapal betul apaan nama tukang satenya. Perkiraan gue sih soal rasa mereka kayaknya sama, jadi biarkan hati lo yang berbicara mau duduk dan ngicip di gerobak yang mana. 

Harganya nggak jauh beda masih sekitar Rp18.000-an. Nah tapi temen gue pernah kecele. Makan sate, minumnya teh tawar hangat eh dibandrol Rp3.000 buat tehnya. Temen gue kecewa aja gitu. Hmm... lo mau bawa minum sendiri juga nggak apa-apa sih .

Outdoor space, jadi makan campur-campur bau sate yang dibakar ada sensasinya tersendiri. 

Yang perlu diperhatikan adalah lo makan satenya emang Amigos (Agak Minggir Got Sedikit) dan memang di trotoar antar jalan yang muat dua mobil berlalu lintas. Jadi kalau lo bawa kendaraan yang agak besar-besar kayak bus, tank, atau heli Huey mending di parkir di rumah. Karena lebih enak kalau ke Sambas bawa motor atau mobil. Asli. 

Note: keduanya terletak di tepi jalan, jadi siap-siap uang receh atau telapak tangan kalau kedatangan pengamen! Ya paham sih mereka cari duit, tapi kan... nggak sesering itu juga sih. 

0 comments:

Post a Comment