Monday, July 29, 2013

Purwokerto!

Purwokerto mungkin bukan salah satu destinasi favorit untuk liburan. Tapi dari apa yang gue lihat langsung di kota yang enggak terlalu besar dan enggak terlalu kecil ini, industrinya hidup. Industri apaan? Makanannya broh!

Beneran deh, kotannya enggak gede-gede amat. Bahkah, mayoritas bangunannya itu arsitekturnya cenderung kuno menuju biasa aja. Tapi di antara rumah-rumah yang masih kental nuansa Londo itu, ada beberapa bangunan yang kalau pasang lampu nge-hip abis. Ya kayak kafe-kafe suasana Kemang (Jakarta Selatan) gitu dan beberapa hotel yang rata-rata bintang tiga.


Kalau kata temen sekantor gue yang asli Purwokerto, industri ini baru-baru aja berkembang. Lagi hot-hotnya. Doi bilang, "Orang Purwokerto itu sebenarnya enggak punya apa-apa tapi kepingin gaya." Hmm...well emang kelihatan sih. 

Gue sempat wawancara dua orang penjual makanan. Pertama seorang pemilik resto yang jual menu modern dengan segala modifikasinya dan kedua adalah pemilik warung makan tepi jalan yang masih berupaya mempertahankan makanan tradisional. 

Menurut narasumber yang pertama, di Purwokerto emang rumah makan yang menyediakan tempat terbuka plus jaringan wifi gratis, lagi naik daun. Lah kalau di Jakarta dan sekitarnya itu sudah ada sejak bertahun belakangan kan? Meski telat, ya namanya proses didukung ajalah... Toh di Jakarta sendiri perkembangan hotspot ya gitu-gitu aja, malah kadang rempong harus daftar-daftar pakai wifi.id *hoam*.

Lebih-lebih di Jakarta, sudah kebanyakan banget tempat jajan. Rumah Betawi atau yang arsitektur Belandanya masih tersisa sudah tinggal dikit. Ya... ingatan langsung balik lagi ke kawasan Kota Toea (Jakarta Barat) *hoam lagi*

Kenalan sama narasumber yang satunya lagi, gue malah lebih betah. Broh, gue makan yang namanya kracak alias keong sawah! Teksturnya itu kayak kerang dara, kenyil-kenyil itu. Yang lebih unik itu cara makannya, harus disedot-sedot.

Wih mantep nih yang namanya Kracak. Kalau kata doi, keong sawah malah sudah jarang di Purwokerto, jadi harus dipasok dari Demak, Ajibarang, atau sekitarnya yang masih pada punya sawah. 

Sayang sudah pada jarang yang jualan Kracak. Salah satu yang gue samperin itu jualan di foodcourt Jalan Kesehatan dekat alun-alun Purwokerto. Doi bilang, dulu sepanjang jalan itu semuanya jual Kracak, tapi setelah relokasi dengan diposisikan agak ke dalam jalan, penjual Kracak mulai pada tutup warung. 

Ya intinya begitulah kalau lo lagi ke Purwokerto, jangan cobain Getuk Goreng aje, seruput juga Kracak berkuah rempah-rempah. *Lah buzzer*

Eh iya, makanan lagi di Purwokerto. Ada yang namanya Bakso Pekih, letaknya di Jalan Kyai Pekih-jawara asal daerah situ. Kalau nggak tahu di mana, cari di peta ya broh. Pokoknya posisi warungnya agak ke dalam gang gitu. Sekitar 100 meter dari jalan besar, langsung kelihatan kok plang warung baksonya.

Rogoh dikit deh dompet lo. Sekitar Rp11.000 harga semangkok bakso tetelan alias gajih alias lemak daging sapi wajib banget lo coba. Baksonya sih biasa aja. Tapi tetelannyaaaaa... mantep, asli enak broh! Sayang aja, pas gue mau minta tambah tetelah, Bakso Pekih bilang enggak boleh. Kalau mau harus beli satu mangkok bakso lagi. Wegah amat meski bakso tetelan ini worth to try.

Uniknya, bakso ini dimakan pakai ketupat. Iya, ketupat kayak di kupat sayur gitu. Jadi makanan berkuah yang dimakan pakai ketupat nambah ya, enggak hanya Coto Makassar atauput Kupat Sayur, muehehe. 









Hotel


Ngomongin hotel. Alhamdulillah di Purwokerto ini ada juga hotel yang bagusan kayak Aston gitu. Nah kebetulan gue nginep di salah satu hotel baru. Kalau kata temen gue sih baru, karena sekitar setahun lalu dia pulang kampung hotel itu belum ada. 

Nama hotelnya Wisata Niaga. Buset dari namanya enggak menjual banget ya. Kesannya untuk pebisnis tapi dipaksain pakai kata 'wisata', bahkan selama dua hari di Purwokerto, gue tidak tahu di mana ada tempat wisata. *hmm... mungkin wisata Gang Sadar bisa jadi pilihan, hehe*

Wisata Niaga bilang, mereka konsepnya budget hotel. Memang sih harga kamarnya yang standart tapi bagus aja itu di bawah Rp300.000an. Tapi keren deh, asli. Bangunannya aja moderen, ada ATM, fasilitas kamarnya malah enggak kayak budget hotel yang terkenal, Tune Hotel. 

Kalau di Tune kan mau pakai AC harus sewa setelah lebih dari 6 jam. Lah ini enggak, bebas. Kamar mandinya ada air panas, bagus pula. Ada area basah dan keringnya. Lampunya juga pakai lampu kuning, jadi elegan. 

Bagus kan kamarnya?
budget hotel nih broh
Soal kamar tidurnya, kasurnya kualitas bagus broh. Dapet layanan TV kabel lagi. Ada mini bar-nya, single sofa dua buah, lemari yang ada safe depositnya. Yeah gitu deh, keren aja. Tapiii.... sarung bantalnya bau apek. Gue sudah berusaha minta ganti, eh sama saja, bau apek juga. Roomboy-nya bilang, semua emangsarung bantalnya gitu. Oh man...

Sarapan juga asik broh, model prasmanan yang menunya nasi goreng dan putih, sup ayam, menu empat sehat lima sempurna lah gitu. Kalau lo sarapan ala bule juga ada sereal dan roti panggang. Kalau mau sarapan agak merakyat dikit ada juga bubur ayam dengan 15 condiment. 

Area lobby-nya aja keren broh. Gue sampai mengerutkan dahi ketika baca tulisan mereka menyebut dirinya "budget hotel". Broh untuk layanan sekeren ini? Yaudah lah gitu kira-kira soal Wisata Niaga. 


Mini bar!
Gretongan masa 
Tetep budget hotel sih
Breakfast Stasion

Kamarnya ada belnya

1 comment: