Sunday, July 7, 2013

Dr. Soetomo, His Movement and Social Responsiblity

Bangunannya diklaim masih asli dari ratusan tahun lalu. Terbalut cat putih yang dipadu dengan abu-abu. Lantainya juga disebut berasal sejak sekolah itu berdiri. Mayoritas warnanya abu-abu batu. Bukan seperti keramik yang biasa ditemui dengan ragam warna saat ini.

Sementara itu, nuansa Belanda yang megah terlihat di bagian depan. Akses masuk resminya yakni pintu utama gerbang besi setinggi dua meter yang dicat warna abu-abu. Di bagian depannya , ada plang batu bata dicat putih dan bagian kiri pintu masuk ada plang besi yang ukurannya lebih kecil tertulis, “EX STOVIA”.


Yes we are in Museum Kebangkitan Nasional yang dipugar bekas sekolahnya para dokter di jaman Belanda dan salah satu tempat Dr. Soetomo, pendiri organisasi pemuda Budi Oetomo alias Budi Utomo, mengenyam pendidikan.

Hari Kebangkitan Nasional yang diperingati setiap 20 Mei itu juga hadir dalam perayaan di museum ini. Kenapa Hari Kebangkitan Nasional? Coba ayo, di-recall lagi memori pelajaran IPS jaman SD, eh tapi repot ya, hehe. Jadi ditanggal tersebut Budi Oetomo terbentuk. Ini adalah organisasi pertama milik pribumi (mahasiswa) di jaman penjajahan meneer-madame itu.

Rogoh kantong sedalam Rp2.000 dan tulis data diri seperti nama dan alamat, lahan seluas hampir dua hektar itu boleh banget ditelusuri. Seperti pada museum pada umumnya, ada diorama. Kali ini, penjelajahan pertama di mulai dari gedung utama, ruangan paling belakang. Ternyata, itu bercerita siapa itu Dr. Soetomo.

Anak pertama dari enam bersaudara (Asli, fotonya ganteng lho waktu muda). Dan ternyata doi menikahi seorang perempuan bule. Dari tentang pribadinya, ruangan itu bercerita siapa saja yang ada dalam kepengurusan Budi Oetomo yang tidak lain ya mereka pada dokter-dokter di Stovia. Dari patung-patung dada mereka, ada yang namanya R. Angka (akan lucu kalau titiknya dihilangkan, jadi namanya Rangka. Dokter banget dah!) Ada juga sepeda onthel yang digunakan Soetomo.

Dua ruangan kebanyakan berbicara tentang siapa Soetomo. Malah di salah satu sudut ada yang menjelaskan Soetomo berbeda dengan Bung Tomo, pejuang kemerdekaan Indonesia di Surabaya. Ini perlu dicatat J
Ruangan ke tiga yang ternyata bekas tempat para calon dokter itu istirahat. Tempat tidurnya seperti di barak, dari besi yang ada kainnya. Ada dioramanya, juga disebutkan seorang tokoh, A. Hanafi pernah menyandarkan tubuhnya di dipan itu.

Beberapa ruangan lainnya, ada hiburan untuk mengetahui apa saja sih alat kesehatan. Mulai dari alat untuk bidan, dokter gigi, sampai alat yang agak-agak serem kalau dibayangin yaitu alat pemecah kepala! Disebutkan, alat itu untuk mahasiswa Stovia belajar mengetahui bagian kepala manusia.
Kini: alat pemecah kepala
Kanan: dandang pensteril alat kedokteran
Ruang kelas dan bagian muka



Atas: kamar, tempat tidur barak
Kanan bawah: olah raga aja tuh jaman dulu tetep
pakai jarik alias bawahan batik. Ribet, men!

Alat pacu jantung, kalau nggak salah




Atas: Oh jadi dulu ada yang bilang berobat cacar itu lawan takdir Tuhan :D
Bawah: Tempat penyimpan obat herbal. Artistik banget ya. 


Lambang Hindia Belanda

Suasana ruang kelas Stovia
Tidak hanya berhenti pada dikenalkannya ilmu kedokteran. Sebagian ruangan lain juga menceritakan beberapa pejuang tanah air, patung Cut Nyak Dien yang dibuat cantik, juga patung Christina Martatiahahu dengan ikat kepala dan rambut gelombangnya yang khas.

Kenangan kita juga dibawa untuk mengenal Bapak Pendidikan Indonesia, Ki Hajar Dewantara di ruangan lainnya. Ada juga diorama Kartini yang membagi ilmu pada wanita di Indonesia. 

"Kebangkitan Nasional" Museum
Open : 08.30 to 15.00 WIB (Tuesday to Friday), or to14.00 WIB (Weekend).
Closed: Monday and National Holiday.

Ticket:
Adult : Rp2.000 - Group : Rp.1.000
Child : Rp1.000 - Group : Rp500
Foreigner : Rp10.000

0 comments:

Post a Comment