Sunday, January 2, 2011

Called Everyday

Ada satu nama. Yang itu. Yang itu. Selalu yang itu. 
Gue juga nggak menyangka kalau nama yang itu tersebut saat gue takut. Konyolnya, kadang tersebut melebihi nama Tuhan.
Nama yang membanggakan untuk dikenal. Menyenangkan untuk disebut. Mengena untuk diingat. 
Nama yang dikenal dua tahun belakangan. Nama yang gue kira akan segera pergi dan tidak kembali. 
Merasa ada yang mengisi, kemudian yakin bahwa tidak akan pernah terpisah. Saling membantu, saling belajar. Saling berbagi dan rela dipinjam telinganya. 
Coraknya sudah 100% seperti yang sebelumnya. Ya yang begitu.
Saat ini gue percaya, bahwa memang tidak akan ada yang mampu membangun tembok di antara kami. Bahwa jalannya kehidupan kami akan begini-begini saja. Dan akan terus begini. Begini yang harus dinikmati dan disyukuri. Yang ini. 
Sebernya lebih pada orangnya. Orang yang gue percaya, meski baru sekian persen. Tapi ya itu, gue yakin bahwa kami tidak akan terpisah. Hubungannya akan terus terjalin dengan baik. 
Orang yang tidak akan bisa membuat gue marah, meski dia berbuat salah. Orang yang tidak terpikir paling akhir ketika gue ingin berbagi kesenangan, meski jauhnya nggak kira-kira. 
Orang yang akan gue ajak kemana pun gue pergi jauh. Karena kenyamanan memang ada pada dia.
Orang yang gue jadikan salah satu referensi dan dimintai pendapat. 
Orang yang gue mau membantu gue dalam kesulitan. Mendenger cerita gue meski bukan untuk tiap hari. 
Orang yang ketika gue lulus kuliah adalah orang yang gue ucapkan terima kasih. 
Orang yang jadi sandaran ketika gue lelah.
Orang yang tahu betul gue dan bisa jadi sahabat selamanya untuk gue.

0 comments:

Post a Comment