Saturday, August 17, 2013

The Exclamation of Freedom

Bagus, kreatif, segar! - Dari Google
Banyak banget yang bilang "Merdeka" hari ini... Sorry, I just don't feel the same. Euforia yang dirasakan (mungkin) sebagian besar masyarakat Indonesia sekarang tidak lagi sama tebalnya dengan yang ada di gue. 

Kalau gue boleh membela diri, itu bukan karena gue sekarang jadi kafir kampret yang tidak lagi nasionalis. In my opinion, sense of nationhood (alias rasa kebangsaan -versi Google Translate) not score by the loudest "Merdeka!" exclamation, but from acts with honour... *kayaknya bahasa Inggris gue lagi benar hari ini, eh benar enggak tuh tata bahasanya?*

Di otak gue yang sangat-sangat suka suudzon ini, seperti halnya tahun baru atau New Year Eve, ya euforianya sudah berhenti setelah jam 00:01 di tanggal 2 Januari. Bahkan, kadang waktunya lebih pendek, enggak seharian. Mungkin sekitar 1 jam lewat dari pergantian tahun, abis itu yaudah bablas. 



Balik lagi ke 'tujuhbelasan'. Udah berapa lama ya gue enggak ikutan namanya upacara 17-an lagi? Mungkin yang terakhir itu waktu kelas 3 SMA, karena seinget gue, upacara terakhir yang dikuti dengan khidmat itu ya pas Orientasi Mahasiswa Baru angkatan 2008 Universitas Multimedia Nusantara. Kayaknya waktu itu pun upacaranya bukan tepat 17 Agustus. 

Dan soal lomba 17an? Ya kayaknya pas kelas 3 SMA itu deh terakhir gue lakukan. Kalau enggak salah pernah ikut meramaikan lomba tarik tambang (yang akhirnya kalah di pertandingan kedua) dan pindahin belut dari satu ember ke ember lainnya di tiap ujung lapangan voli di sekolah (kalau yang ini kayaknya enggak menang deh, licin bo! Asli). 

Itu upacara terakhir. Gue pikir ada yang salah dengan sistem untuk membangun rasa nasionalisme, nasionalisme yang menyatukan semua ras, golongan, agama, atau pun kepentingan pribadi untuk sebuah persatuan bagi negeri. Contohnya ya dari upacara itu. 

Gimana mahasiswa enggak lupa sama isi Pancasila kalau di dunia perkuliahan tidak ada lagi upacara bendera tiap hari Senin? Atau inget sih, tapi di semester satu aja karena ada matakuliah martikulasi... agak sedih juga gue jadinya. Ini tentang menumbuhkan sikap, kayak tanaman yang harus terus dikasih sinar matahari biar terus mengahasilkan oksigen, menghidupi pihak lain yang sama-sama makhluk Tuhan. 

Maksud (sok) analogi gue itu, makhluk Tuhan kan banyak yang butuh oksigen dan tumbuhan yang juga ciptaan Tuhan yang ada untuk membantu. Jadi rasa kebangsaan itu dapat muncul karena enggak mikirin lagi yang satu cuma tumbuhan, yang satu manusia dengan otak, dan yang lainnya punya bagian tubuh lebih lengkap dari tumbuhan. Dan kehidupan terus jalan dengan keadaan ini. Coba kalau tumbuhan enggak produksi oksigen lagi? Oke analogi gue makin absurd, lupakan.

Yaudah, jadi intinya apa yang gue rasa dengan adanya peringatan 17an kali ini?

  1. Masih pengin sekali ikut upacara, entah di kelurahan atau mana kek gitu. Upacara yang benar-benar khidmat, mengingat sejarah perjuangan, walau pakai jeans dan kaos berkerah. 
  2. Pengin cobain lomba gebuk guling atau bantal, karena kalau coba ikut lomba panjat pinang yakin enggak akan bisa naik sampai atas. 
  3. Ingin punya waktu untuk keliling Indonesia dan menulis dari sisi gue yang lebih senang city walking ini. Kenapa city walking? Karena sudah pernah naik gunung tapi capek. Ke laut itu lebih mending. Ke museum? Wajib banget sambang tiap jalan!
  4. Sekitar 50 persen masih mau pacarin orang Indonesia asli. Sisanya ras bangsa Amerika-Eropa.
  5. Juga masih mau belajar PPKN atau PMP atau PKN yang isinya tidak hanya bahas UU tapi tenggang rasa, toleransi, ya kayak pelajaran anak SD gitu lah. 
  6. Jalan ke luar negeri, bawa suvenir bendera kecil-kecil yang gocengan di abang-abang itu untuk teman di jalan atau hostel tempat menginap. Biar Indonesia dikenal juga ada yang suka jalan-jalan dengan bujet minim meski negaranya (sebenarnya) kaya.


Nah itu, selain museum dan pahami kenapa dulu pejuang pengin banget Indonesia bebas dari jajahan asing, hal simpel menurut gue banyak banget yang dapat dilakukan untuk menggambarkan "Merdeka".

Misal, enggak buang sampah sembarang atau meludah sembarangan. Dari dua sikap itu, menurut gue, kita sudah dicap merdeka dari kebodohan sosial yang berujung pada banjir karena salurannya tersumbat atau nginjek ludah orang. Jijik kan.

Gue secara pribadi juga ingin merdeka menentukan jalan hidup gue, apa yang gue lakukan pada keseharian gue. Merdeka jalan-jalan dan menulis tentang travel juga makanan, merdeka ngeblog dengan bahasa asing kayak gini, merdeka dari teman-teman yang sesat, merdeka untuk saling sayang dengan yang dikasihi, merdeka berkerja sesuai dengan passion, dan merdeka untuk hidup di Indonesia. 

Anyway, ini ada foto angka enam dan delapan yang menunjukkan usia Indonesia hari ini dan satu tahun ke depan. Jadi menurut gue foto yang 68 ada burung Garudanya itu lebih keren dari pada foto yang dari tahun ke tahun sama aja, tinggal ubah-ubah dikit. Lo liatin ya nih...
Dari twitter Anggun C Sasmi


Dari Google. Resminya yang dipakai
pemerintah sih yang ini.
Samaan kan, tinggal nambah bendera
sama ganti angka 
Berderanya banyakan

0 comments:

Post a Comment