Saturday, May 26, 2012

Unity In Diversity

Kalau judul di atas di bahasa Indonesia-kan menjadi apaan hayo? Bhinneka Tunggal Ika, brooo...hampir aja gue typo karena lupa berapa jumlah "N" di kata pertama. Mungkin terakhir gue lihat semboyan ini pas SMA, di dinding atas tiap kelas pasti dipasang dengan 2 foto, presiden dan wakilnya. Sekarang pas kuliah, boro-boro inget, lihat aja enggak di kampus. Lalu gue penasaran, berapa presentase jumlah mahasiswa yang inget dengan semboyan ini ya? Ah tengsin juga kalau ternyata yang nggak inget hanya gue doang. Ok, skip.
Bentar-bentar, gue mau pasang headset dulu, dengerin lagunya mbak Raisa. Mood gue dapat hilang seketika jika ada suara-suara pengganggu seperti teriakan abang sol sepatu yang barusan lewat depan rumah. 

Tulisan ini pengen gue bawa ke salah satu ide brilian mengarah ke kurang cerdasnya gue. Berangkat dari yang sedang heboh sekarang, skandal sidang parlemen di Ukraina. Ternyata mereka tidak bedanya dengan DPR di Indonesia ya. Masih mainan bogem-bogeman di ruang sidang ketika beda pendapat dengan anggota parlemen lain. Konyol sih. Yaudahlah politik, nggak usah terlalu dipikirin kalau memang belum yakin dapat membawa perubahan.  
Indonesian-Ukraine races

Hey hey...sebenernya gue bukan mau ngomongin itu!!! Garis besarnya memang tentang perbedaan sih, dan Indonesia. Pernah gue nonton film yang dibintangi Bruce Willis, Surrogates. Kalau setangkepan gue, itu tentang teknologi yang mampu mentransfer jiwa seseorang ke dalam robot atau makhluk dari metal yang dibuat mirip dengan fisik pemilik jiwa yang sesungguhnya *bahasa gue kok repot amat ya*. Jadi di tempat itu yang berkeliaran adalah robot metal yang berkulit, berbaju, berambut, dapat ngobrol, jalan kayak manusia pada umumnya. Sedangkan tubuh aslinya lagi duduk atau tiduran di alat yang mentransfer jiwa itu. Jadi badan aslinya diam di suatu tempat, sedangkan jiwanya masuk ke tubuh robot metal yang beraktivitas layaknya manusia. Dan ada beberapa yang menolak pemahaman ini. Mereka yang menolak jadi semacam tersisih dan punya komplek sendiri untuk tinggal. Di pintu masuk komplek ini ada alat detektor metal, jadi siapapun yang mau masuk komplek itu harus manusia, bukan robot metal. *hmm.. bingung nggak baca penjelasan gue? Ya lo tonton sendirilah kalau mau ngerti hehe*

Back to Unity in Diversity. Indonesia banyak manusia yang menjadikan jadi banyak pendapat. Gue sama nyokap sering kali beda pendapat, padahal masih satu keturunan. Dan banyaknya orang yang beda pendapat di negara ini. Tentang Lady Gaga yang boleh manggung atau enggaklah, tentang Islam NU atau Muhammadiyah-lah. Lalu gue pikir, pulau besar di Indonesia ini ada lima, kenapa enggak bikin negara kesatuan dalam suatu negara. Negara yang tetap dapat disebut Indonesia. Maksud gue, yang aliran liberal, boleh Lady Gaga-an, boleh miras selama tidak kecanduan, perempuan boleh merokok, tinggallah di Pulau Sumatera, yang punya pandangan lain tinggal aja di Jawa, kalau Kalimantan punya definisi sendiri tentang warganya terserah. Jadi dipisah-pisah gitu lho. Yang doyan kerja menanam padi bolehlah di Sulawesi, kerja kantoran boleh di Kalimantan. Terserah deh. 

Gue kok lama-lama bingung sendiri dengan ide gue ini. Yaudahlah gue end posting-annya. 

0 comments:

Post a Comment