Tuesday, February 25, 2014

"Singapore" Runs in My Blood

Singapore! 

Kali ini bukan kisah perjalanan gue ke negeri Singa itu lagi. Melainkan cerita pilu yang berkaitan dengan gue, Singapura, dan sakit yang saat ini menerpa gue. Jadi awalnya...

begini.

Sudah sebulan ini gue flu, batuk-pilek, yah penyakit standart lah musim pancaroba. Dan kayaknya memang lagi musimnya, jadi banyak orang yang terkena sakit flu. Mulai dari bersin-bersin, hidung mampet, bawa tisu segepok ke kasur, hirup V*cks sekaligus oles-oles ke depan lobang hidung, batuk berdahak, minum OBH Herbal, minum sisa obat batuk Ibu dan Anak yang gue suka, dan lain lain lainnya untuk sembuh, eh enggak kunjung sembuh juga.

Hingga akhirnya, Kamis tanggal 20 Februari, pekan lalu gue demam. Gue inget itu hari Kamis, karena tiba-tiba panasnya gue terjadi setelah gue berjam-jam antri BPJS di Tangerang.

Entah karena kecapekan di PHPin birokrasi BPJS (asik lebay), atau memang kondisi badan yang makin menurun, akhirnya malam Jumat itu gue panas. Enggak tahu panasnya berapa derajat, karena gue ga berhasil menemukan termometer di rumah.  Akhirnya, setelah emak gue pulang kerja, gue dibawalah ke Dokter Herman, di Klinik Sarana Sehat di BSD. Peristiwa gue ke dokter termasuk jarang, karena Alhamdulillah gue jarang sakit serius.
Kalau sakit paling masuk angin, udah paling ampuh dikerokin. Kalau sakit yang lain kayak sakit hati, obat ampuhnya cari pelarian. 

Berobat di dokter Herman, gue dikasih tiga obat. Antibiotik Cefixime, penurun panas, dan radang tengorokan. Malam pertama minum obat lancar, juga malam selanjutnya. Tapi di hari ketiga, telapak tangan gue berasa perih. Rasa yang sama juga sampai di telapak kaki gue.

Dari kondisi ini gue belajar sesuatu. Ternyata enggak cuma hati yang bisa perih kalau sakit, telapak tangan dan kaki juga. 

Akhirnya dengan si pintar Google, gue menemukan dugaan bahwa tangan ini akibat alergi antibiotik. Padahal gue yakin banget enggak pernah alergi antibiotik Amoxan atau Amoxicilin. Makanya waktu ditanya dokter Herman apa gue punya alergi antibiotik? Gue lantang jawab, "Enggak!"

Karena dugaan ini, konsumsi Cefixime gue hentikan total. Semua obat juga enggak gue tegak lagi. Dan malam ini gue kembali ke dokter Herman. 

"Dok, ini dok, tangan saya apa alergi antibiotik? Karena tangan saya perih, antibiotiknya udah enggak saya minum lagi.  Tapi sekarang udah enggak perih lagi sih, dok. (sambil nunjukin tangan)"
"Coba dilihat dulu. Ini kena Flu Singapore."
"Flu Singapore?"
"Memang gelaja awalnya sama dengan flu biasa. Baru beberapa hari kemudian muncul merah-merah gini."
"Tapi perih, dok"
"Telapak kakinya juga perih kan?"
"Iya dok. (dalam hati gue kok dokter ini tahu kaki gue juga sakit)"
"Yaudah naik dulu ke tempat tidur (pemeriksaan)"

Walhasil, dokter Herman kasih gue antibiotik lain. Yang sebelumnya tablet, diganti jadi kapsul. Namanya apa ya? 'Non' apa gitu. Gue juga dikasih obat penambah antibodi. Semoga obat-obat ini ampuh. Kalau kata dokter Herman, 5 hari juga kelar nih merah-merah. 

ya itu, tangannya jadi merah-merah kayak anak kampung. fuh.

anyway, flu Singapura ini katanya jarang terjadi pada orang dewasa. Kebanyakan diidap anak kecil. Dokter Herman bilang, baru-baru ini aja dia baru temui tiga orang dewasa yang flu pake kata Singapore. Walah.

1 comment:

  1. duh bisa merah2 gitu yah.. cepet sembuh yaa... sekarang penyakit emang aneh2..

    ReplyDelete