Saturday, September 3, 2011

Becoming Serious

Makin kepikiran loh untuk kerja sana-sini. Dan makin sadar juga kalau jurusan yang gue ambil emang agak susah bikin hidup kaya cepat.

Masih dengan modal internet di rumah, browsing mengenai jadi wartawan di beberapa media jadi fokus gue sekarang. Entah mengapa, kalau hasil googling yang keluar adalah forum-forum seperti kaskus atau blog curhatan orang yang pernah punya pengalaman kerja di media atau punya cerita tentang temannya yang kerja di media, terasa menarik untuk dibaca. Gue runut baca dari awal thread sampe halaman 40an ada kali yang di kaskus. Isinya sangat informatif, dan kadang cukup cover both side. Ada yang menghina-hina satu perusahaan media dan ada juga yang memberikan kesan positif tentang tempat kerjanya.

Ini serius. Dan cukup menjadi hal yang menakutkan buat gue. Impian gue yang sukses di umur 30 itu loh yang jadi akarnya. Makin nggak pengen kerja sesuai jurusan lulusan karena sudah kebayang gimana nanti situasi kerjaan.
  • Wartawan news daily. Dua tahun pertama biasanya adaptasi dulu tuh sama berita kriminal. Kerja selalu shift malem. Dilempar dulu ke post rumah sakit-ruang UGD dan mortuary. Waktu kerja bisa 24/7. Dan memang begitu kan kerjaan wartawan? Siap dalam keadaan apapun. *berasa tentara* Dan kalau belum dapet berita, haram hukumnya balik ke kantor.
  • Wartawan program news. Mungkin kerjanya bisa berimbang tuh antara riset back office dan lapangan, dan syuting di lapangan. Kalau programnya tentang jalan-jalan, meja kantor bisa yang paling rapih *wong nggak pernah didiami pemiliknya*.
  • Production officer. Bagian lain di luar news. Jadi sebuah media elektronik biasanya punya dua divisi, News dan Produksi. Produksi ini lebih ke program-program hiburan, kayak program lawakan OVJ, talkshow, atau pencarian bakat.

Baru tiga kerjaan di atas tuh yang gue agak (sok) tahu gimana kesehariannya.

Tampaknya gue harus buka-buka lagi catatan matakuliah Creative Writing. Dulu pernah disuruh ngapalin pekerjaan yang nantinya bisa diambil setelah lulus matakuliah itu, dan pekerjaan itu tidak terbatas pada wartawan, script writer, dan penulis novel atau cerpen saja.

Hasil googling-an dan baca forum-forum dunia maya serta ketakutan akan pekerjaan yang gajinya kecil buat gue akhirnya sign up di Jobstreet.com Indonesia dan Trans Ocean. Dan menemukan beberapa pekerjaan yang bisa diambil sekalian skripsi (kayaknya). Contohnya: magang di media cetak SWA. Pengin nih coba di SWA ini, tapi belum punya pengalaman tulis berita ekonomi atau bisnis. Atau nanti peluang ini mungkin nanti bisa ditawarin ke Ami.

Menyadari hal kecil setelah tumbuh besar. Apa gue salah ambil jurusan kuliah ya? Harusnya sejak SMA gue udah tahu mau kerja apa nantinya. Harusnya udah googling dari jaman dulu, kalau mau kerja dengan gaji segini, kewajibannya ini dan haknya itu, tahu kuliah jurusan apa yang diambil sejak kelas 1 SMA. Kan kelas 2 SMAnya udah penjurusan. Ini gue baru berasa nih yang namanya 'telat'. Rasa takutnya mungkin sama kayak telat dapet, mau hamil.

Gue berkonsultasi sama partner in crime liputan gue yang tua nan 'dewasa' itu, dia bilang santai aja rejeki udah ada yang ngatur. Dan dia memilih untuk let it flows. Mending diatur tanpa mendetail sekarang, dari pada sudah diatur sedemikian detailnya tapi berubah sewaktu-waktu. Dia sih bilang, kalau mau penghasilan lebih sih punya pekerjaan sampingan. Gue iya-in aja, pekerjaan sampingannya: bandar narkoba. cepet tuh dapet duitnya. *eh jualan wadon juga cepet kayaknya tajir. Jadi mami mamiii...*

Tapi nggak se-let it flows gitu juga kali. Semua harus dipikirin sekarang. Dan gue masih menyesali kenapa baru kepikiran sekarang. Untuk optimisnya, yang berlalu biarlah berlalu *taik* dan sekarang mikirin yang sudah terlambat ini mau dibetulin jadi gimana selanjutnya.
Read More

Friday, September 2, 2011

Salary On Demand. Jadi Berapa Gaji Wartawan?

Udah mulai buka mata nih ke depannya mau kerja apaan. Kerja yang sesuai dengan passion, tapi juga pengen yang gajinya besar sar sar. Wartawan? Setelah browsing baru ngeh kalau jadi wartawan itu gajinya kecil.

Berapa gaji wartawan sekarang


Let say, gue nantinya akan meneruskan di Trans Corp. Dari awal diwanti-wanti kalau kerja di Trans itu gajinya kecil. Tapi pengalaman yang didapat untuk sebuah pekerjaan di TV itu yang besar. Kalau cari pengalaman bekerja yang sesungguhnya di TV itu ya di Trans, gitu katanya. Tapi jangan harap gaji berlebih.

Keyword pertama: Gaji Trans. Yang keluar hasilnya macem-macem. Tapi mostly hasil obrolan forum. Take home pay 1,25 juta/bulan untuk reporter fresh graduate S1 (update-an tahun 2008), sekarang mungkin agak naik ya tapi mungkin nggak sampe 2 juta rupiah juga. Mungkin di atasnya, tapi pasti mepet sama UMR Jakarta. Ngebayangin sekarang hidup dengan 1,25 juta di Mampang, Jakarta, bisa hidup nggak ya? Uang transport PP berapa, uang makan dapet sih katanya 10 ribu perhari masuk, uang ngedate malming sama pacar berapa, dana mau clubbing tiap malem Jumat berapa, kalau pengen ganti hp gimana, kalau mau beli Galaxy Tab harus nyicil yang berapa bulan, kalau mau nyicil mobil harus kasih DP berapa biar bulanannya nggak gede, kalau mau nyicil rumah ambil yang tipe berapa, kalau lebaran kasih salam tempel ke keponakan berapa, berapa, berapa, berapa? Nutup nggak tuh kira-kira ya?

Tapi dari hasil browsing juga, katanya di Trans itu bonusnya yang gede. Bisa dapet 14 kali gaji dalam setahun. Tapi gue belum tahu nih, ada jaminan kesehatannya nggak tuh selama 5 tahun, karena sumpah ya kerja di TV itu berat boi!

Katanya sih itu gaji masa percobaan. Sesotoynya gue, percobaan di Trans itu 3 bulan. Kalau performa nggak oke, lo didepak bye bye, kalau bagus dilanjutin. Nah yang bikin was-was lagi, di Trans harus terikat kontrak 5 tahun. Lo harus 5 tahun kerja, dengan menggadaikan ijazah lulus kuliah ke Trans. So, selama 5 tahun ijazah lo dipegang sama HRDnya dan 5 tahun lo muter-muter aja di gedung Trans, nggak bisa ke mana-mana. Ada caranya biar nggak digadaiin 5 tahun ijazahnya, tapi gue belum belajar gimana caranya.

Hal yang masih agak bikin bimbang itu jam kerjanya. Oke, sekarang gue emang baru ngerasain jam kerjanya orang produksi-non news. Dari jam 12 siang sampai jam 12 malam, itu normalnya orang produksi. Bisa lebih pagi kalau ada rapat sama atasan. Emang jam rapatnya suka-suka deh, rasanya kayak otak bisa kerja pas dini hari. Nah kalau pulang jam segitu kan gimana transportnya ya. Kepikiran untuk nyicil mobil, tapi mikir lagi gimana nyicil kalau gajinya kecil. Kontrak atau ngekost deket situ? Mending pulang ke rumah, makan masih bisa ikutan nanggung orang tua.

Tapi sejauh gue magang sebulan ini, suasana kerjanya oke-oke aja tuh. Orang-orangnya masih muda kali ya, masih setipe. Orang yang tuaan juga masih berjiwa muda. Seragam hitam? Pasti kebanggaan lah kalau pakai yang ada logo Trans Corp. nya. Kalau jalan pasti dilirik, uhuy! Dan kerjaannya enjoy-enjoy aja. Kerja lapangan sama kerja di balik mejanya setara. Jadi nggak bosen, apalagi kalau dapet program yang jalan-jalan mulu.  Kalau inget bagian ininya, I think I can deal with the salary.


Mulai mikirin umur. Katakanlah gue wisudaan itu umur 22, tahun 2012. Eh 2012 ya? belum kerja udah kiamat duluan hahaha.

Anggeplah I'm the lucky one. Langsung keterima kerja di Trans. Terikat kontrak 5 tahun, itu artinya tidak bisa pindah kerja kalau ditawarin kerja di perusahaan yang salarynya lebih baik, atau lokasinya lebih dekat rumah, atau 'sesuatu' yang lebih 'Alhamdulillah yah'. Berarti gue baru bisa ambil kesempatan lain itu umur 27an. 27 man!!! Gila ketuaan abis nggak sih buat kuliah S2 di luar negeri?? Walaupun S2 hanya 2 tahun, tetep aja umur 29 udah berasa tua buat backpackeran. Eh padahal juga nih, S2 bisa diambil kalau udah pernah kerja di media selama 2 tahun. Lah ini gue bakalan kerja 5 tahun! 3 tahunnya terbuang sia-sia, padahal bisa kuliah lagi buat naikin self-value.

Dulu gue pernah punya target, umur 30 gue udah hidup enak. Masuk kantor suka-suka gue, punya mobil dua buah di garasi, tinggal di penthouse apartment, tidur dengan orang yang berbeda tiap malam. Baru sadar kalau kuliah jurnalistik bisa digaji kecil pas kerja, bikin gue mikir gimana caranya mewujudkan target gue ini.

Keyword kedua: Gaji Wartawan TV. Ini ada link agak formal tentang gaji pekerja media di Indonesia. Ada angka-angka kisaran gaji tuh di bawah. Coba bisa dibandingin ya. Ada yang lumayan, ada yang bikin nangis. Pekerja di daerah lebih 'ngesakne' kalau kata orang Jawa, yaiyalah cuma digaji 200 ribu. Bisa kayanya harus sambil jadi bandar narkoba kali tuh hehehe. Kok yang paling agak mendingan gajinya malah media cetak ya? Koran bisnis pula. Oh mungkin nggak sih pengiklannya perusahaan-perusahaan gede, jadi mau bayar iklan gede?sotoy gue. skip.

Tapi gaji-gaji segitu emang hampir nggak bisa buat saving kalau kerjanya di Jakarta. Ditambah dengan resiko besar yang dihadapi wartawan. Bukan maksud bilang kerjaan lain tidak beresiko besar, hanya kerjaan lain bisa punya resiko nggak ketembak di daerah perang tapi gajinya lebih besar. 

Duit...duit. Bukan yang utama, tapi nggak mungkin jadi nomer terakhir dipikiran. Jadi anak pertama pasti bakalan jadi tulang punggung keluarga, itu otomatis. Apalagi kalau orang tua udah pensiun, mana tega tiap hari minta makan di rumah.

Suka dukanya pasti ada. Mungkin sukanya bisa ketemu banyak orang baru, bisa kepoin orang, bisa jalan-jalan gratis dibayarin kantor. Dukanya waktu itu berharga. Tiap hari yang dijalani pasti ada 'resiko pilihan'nya. Hari yang dijalani belum tentu bisa menyelesaikan semua kerjaan. Kadang pengen banget jadi kelinci Energizer yang tahan lama, nggak gampang ngantuk dan bisa kerja terus. Tiap keputusan pasti ada celah untuk jadi penyesalan. Dan setiap kerjaan pasti ada prosesnya. Di mulai dari masa percobaan dengan gaji sekian, sampai pada gaji sekian dengan dedikasi supersekian pada jabatan.
Read More

Thursday, September 1, 2011

Middle

Punya pacar? Jelas pengen. Hidup ini kenapa pengen banget punya pacar ya? berasa itu hal yang paling insecure dalam hidup. Ya oke karena emang belum pernah punya. Tapi kayaknya emang nggak butuh-butuh banget deh. Butuh depend on occasion aja gitu.

Kepikiran punya orang yang bisa di sms-in sayang tiap waktu, pernah. Pernah nyoba juga, tapi ternyata itu membosankan. Sayang-sayangan tiap waktu? kayak gue kurang kerjaaan aja. Mana bisalah gue ngobrol sayang-sayangan tiap jam, tiap menit. Bukan gue banget.
Tapi giliran nggak ada yang bisa digacoin, bingung "Lagi gini enaknya punya gebetan nih!". Bingung mau ngobrol sayang-sayangan, tapi lagi nggak ada target. Labil banget emang.

Gue ini kayaknya nggak bisa hidup tanpa gebetan. Kalau lagi kosong, pasti nyari. Siapa aja yang berkualifikasi buat digebet. Pokoknya harus punya tujuan, nggebet siapa kek. Mau lebih muda, mau lebih tua. Tapi biasanya awetan gebet sama yang lebih tua. Yang sering ketemu bisa aja jadi gebetan. Emang dasar Jawa, "Witing tresno jalaran suko kulino". Bisa suka sama yang paling sering ketemu, tapi nantinya keseringan ketemu bosen sendiri, lantas cari gebetan lain yang masih bikin penasaran.

Mau pacaran sekarang, jadi lebih mikir lagi. I haven't nothing to proud. Kerjaan belum punya, penghasilan tetap belum punya, tempat tinggal sendiri belum ada, kendaraan juga masih pinjem mama. Punya pacar ibarat harus siap keluar duit buat nonton malem mingguan, punya duit buat jalan, punya mobil buat dipakai jalan, punya apartment buat dijadiin tempat kimpoi.
Jadi kayaknya gue nanti punya pacar pas sudah punya gaji tetap aja. Maksudnya pacaran yang serius, yang tinggal bareng, yang bobo bareng. (^.^)v

So far yang bisa dinikmati ya nikmati aja. Walau kadang sirik si ini, si itu udah punya pacar. Punya temen sekarang juga lagi pada awur-awuran. Yang dulu bareng mulu jaman di kampus, sekarang udah ada yang pisah main sendiri-sendiri. Nggak cocok waktu main barengnya kayaknya sih.

Seiring berjalannya waktu berasa sih. Temen-temen dulu lagi pada magang, yang nantinya juga mungkin nggak bakalan bareng-bareng lagi. Gue kerja di TV, yang lain pada mungkin kerja di majalah atau harian. Mungkin ada yang masih ngeliput bareng, mungkin. Tapi kan emang nggak bakal satu waktu main lagi. *Eh tapi nanti kan ketemu temen baru di kantor ya kalau kerja, optimis aja biar nggak ngerasa kesepian* 
Aduh tetep sedih!
Read More